Selasa, 14 April 2009

Siregar Dalam Sejarah

1000 SM

Mainstream dari Suku bangsa Batak mendarat di Muara Sungai Sorkam. Mereka kemudian bergerak ke pedalaman, perbukitan. Melewati Pakkat, Dolok Sanggul, dan dataran tinggi Tele mencapai Pantai Barat Danau Toba. Mereka kemudian mendirikan perkampungan pertama di Pusuk Buhit di Sianjur Sagala Limbong Mulana di seberang kota Pangururan yang sekarang. Mitos Pusuk Buhit pun tercipta. Komunitas ini kemudian terbagi dalam dua kubu . Pertama Tatea Bulan yang dianggap secara adat sebagai kubu tertua dan yang kedua Kubu Isumbaon yang di dalam adat dianggap yang bungsu.

(NB : [Parjalangtoba]: Si Raja Batak mempunyai dua anak yaitu Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon)

1000 SM – 1510 M

Komunitas Batak berkembang dan struktur masyarakat berfungsi. Persaingan dan Kerjasama menciptakan sebuah pemerintahan yang berkuasa mengatur dan menetapkan sistem adat. Ratusan tahun sebelum lahirnya Nabi Isa Al Masih, Nabi Bangsa Israel di Tanah Palestina, Dinasti Sori Mangaraja telah berkuasa dan menciptakan tatanan bangsa yang maju selama 90 generasi di Sianjur Sagala Limbong Mulana.

Dinasti tersebut bersama menteri-menterinya yang sebagian besar adalah Datu, Magician, mengatur pemerintahan atas seluruh Bangsa Batak, di daerah tersebut, dalam sebuah pemerintahan berbentuk Teokrasi. Dinasti Sorimangaraja terdiri dari orang-orang bermarga Sagala cabang Tatea Bulan. Mereka sangat disegani oleh Bangsa Batak di bagian selatan yang keturunan dari Tatea Bulan.

450 M

Daerah Toba telah diolah dan dikelola secara luas oleh rakyat kerajaan tersebut. Mereka yang dominan terutama dari kubu Isumbaon, kelompok marga Si Bagot Ni Pohan, leluhur Annisa Pohan, menantu SBY, Presiden pilihan langsung pertama RI. Di daerah ini bermukim juga kaum Tatea Bulan yang membentuk kelompok minoritas terutama dari marga Lubis.

Sebagian dari Lubis terdesak ke luar Toba dan merantau ke selatan. Sebagain lagi menetap di Toba dan Uluan hingga kini. Keturunannya di Medan mendirikan banyak lembaga sosial terutama Pesantren Modern Darul Arafah di Pinggiran Kota Medan. Di daerah Selatan kelompok marga Lubis harus bertarung melawan orang-orang Minang. Kalah. Perantauan berhenti dan mendirikan tanah Pekantan Dolok di Mandailing yang dikelilingi benteng pertahanan.

Mereka kemudian berhadapan dengan bangsa Lubu, Bangsa berkulit Hitam ras Dravidian yang terusir dari India, melalui Kepulauan Andaman berkelana sampai daerah muara Sungai Batang Toru. Bangsa Lobu tersingkir dan kemudian menetap di hutan-hutan sekitar Muara Sipongi. Bila di India Bangsa Arya meletakkan mereka sebagai bangsa terhina, ‘untouchable’; haram dilihat dan disentuh, maka nasib sama hampir menimpa mereka di sini. Saudara Bangsa Lubu, Bangsa Tamil migrasi beberapa abad kemudian, dari India Selatan, membonceng perusahaan-perusahaan Eropa dan membentuk Kampung Keling di Kerajaan Melayu Deli, Medan


600-1200 M

Komunitas Batak di Simalungun memberontak dan memisahkan diri dari Dinasti Batak, Dinasti Sori Mangaraja di pusat. Mereka mendirikan kerajaan Nagur. Mereka ini keturunan Batak yang bermukim di Tomok, Ambarita dan Simanindo di Pulau Samosir. Di kemudian hari kerajaan Nagur di tangan orang Batak Gayo mendirikan kerajaan Islam Aceh.

900 M

Sementara itu perebutan kekuasaan terjadi di Pusat Pemerintahan Kerajaan batak, martua Raja Doli dari Sianjur Sagala Limbong Mulana dengan pasukannya merebut wilayah Lottung di Samosir Timur. Percampuran keduanya membentuk kelompok Marga Lottung Si Sia Marina, yang terdiri atas; Situmorang, Sinaga, Nainggolan, Pandiangan, Simatupang, Aritonang dan Siregar.

(NB [parjalangtoba]: Raja Lontung adalah anak dari Sariburaja, Sariburaja adalah putera kedua dari Tatea Bulan, ; jauh sebelumnya klan Lontung sudah terbentuk)

Toga Siregar yang beristrikan Boru Limbong (I-II) mempunya 4 (empat) anak, yaitu Silo, Dongoran, SiIali, dan Siagian.

1050 M

Karena minimnya peralatan medis, epidemik melanda daerah Lottung kembali. Masyarakat Lottung Si Sia Marina berhamburan ke luar dari wilayah tersebut menuju daerah yang “sehat”. Akibatnya, kelompok Marga Siregar terpecah dua menjadi Siregar Sigumpar dan Siregar Muara, keduanya bermukin di Toba.

1293 – 1339 M

Penetrasi orang-orang Hindu yang berkolaborasi dengan Bangsa Jawa mendirikan Kerajaan Silo, di Simalungun, dengan Raja Pertama Indra Warman dengan pasukan yang berasal dari Singosari. Pusat Pemerintah Agama ini berkedudukan di Dolok Sinumbah.
Kelak direbut oleh orang-orang Batak dan di atasnya menjadi cikal bakal kerajaan-kerajaan Simalungun dengan identitas yang mulai terpisah dengan Batak. Kerajaan Silo ini terdiri dari dua level masyarakat; Para Elit yang terdiri dari kaum Priayi Jawa dan Masyarakat yang terdiri dari kelompok Marga Siregar Silo.
(NB [Parjalangtoba] : Siregar Silo ini bukanlah Siregar Silo dari Muara atau Sigumpar, tetapi Siregar Silo dari turunan Siegar Silo lainnya, mungkin saja dari pomparan Op Tn Nahoda atau pomparan Datu Mangambe atau Datu Bira).

Pomparan Silima Lombu migrasi ke Sibolga terus ke Pulai Nias. Di Pulau Nias berinkulturasi dan penyebutan marga berobah dari Siregar menjadi Zega.

1339 M

Pasukan ampibi Kerajaan Majapahit melakukan penetrasi di muara Sungai Asahan. Dimulailah upaya invasi terhadap Kerajaan Silo. Raja Indrawarman tewas dalam penyerbuan tersebut. Kerajaan Silo berantakan, keturunan raja bersembunyi di Haranggaol. Pasukan Mojopahit di bawah komando Perdana Menteri Gajah Mada, mengamuk dan menghancurkan beberapa kerajaan lain; Kerajaan Haru/Wampu serta Kesahbandaran Tamiang (sekarang Aceh Tamiang) yang saat itu merupakan wilayah kedulatan Samudra Pasai.

Pasukan Samudra Pasai, di bawah komando Panglima Mula Setia, turun ke lokasi dan berhasil menyergap tentara Majapahit di rawa-rawa sungai Tamiang. Gajah Mada bersama pengawal pribadinya melarikan diri ke Jawa meninggalkan tentaranya terkepung oleh pasukan musuh. Para Keturunan Indrawarman kembali ke kerajaan dan mendirikan kerajaan baru bernama Kerajaan Dolok Silo dan Kerajaan Raya Kahean.

1339-1947 M

Kerajaan Dolok Silo dan Raya Kahean berakulturasi menjadi kerajaan Batak/Simalungun, namun tetap berciri khas Hindu/Jawa absolut. Konon kerajaan ini mampu berdiri selama 600 tahun. Menjadi dinasti tertua di Kepulauan Indonesia di abad 20. Sekitar 250 tahun lebih tua dari Dinasti Mataram di Pulau Jawa.
Pada saat yang sama dua kerajaan lain muncul kepermukaan; Kerajaan Siantar dan Tanah Jawa. Raja di Kerajaan Siantar merupakan keturunan Indrawarman, sementara Tanah Jawa, dipimpin oleh Raja Marga Sinaga dari Samosir. Penamaan tanah Jawa untuk mengenang Indrawarman.

1350 M

Kelompok Marga Siregar bermigrasi ke Sipirok di Tanah Batak Selatan.
(NB [Parjalangtoba] : Migrasi marga Siregar dimulai dari Lontung ke Sigumpar, pertentangan di Sigumpar antar marga Siregar, sebahagian migrasi ke Muara, Pertentangan dengan Tuan Sorba Dibanua dan pomparannya, dari Muara migrasi ke Pea Tolong dan Baringin, Pertentangan dengan Sihombing Hutasoit dan pomparan Tuan Sorba Dibanua, dari Baringin migrasi ke Pinarung/Pangaribuan. Dari Pangaribuan menyerang Silindung, gagal, sebahagian migrasi dari Pangaribuan ke Sipirok, Dari Pangaribuan menyerang Pahae, gagal.

1510 M

Dinasti Sori Mangaraja, yang berpusat di Sianjur Sagala Limbong Mulana, dikudeta oleh Kelompok Marga Manullang. Kejayaan dinasti ini, setelah 90 generasi berturut-turut memerintah, lenyap. Dinasti ini sendiri terdiri dari Kelompok Marga Sagala dari kubu Tatea Bulan.

1516-1816 M

Di Daerah Batak Selatan, dengan populasi Tatea Bulan, Dinasti Sori Mangaraja meneruskan pengaruhnya di Sipirok. Secara de jure diakui oleh masyarakat Marga Siregar, Harahap dan Lubis. Secara mayoritas masyarakat marga Nasution juga memberikan pengakuan sehingga Dinasti Sisingamagaraja yang memerintah tanah Batak seterusnya, berpusat di Bakkara, tidak mendapat pengakuan yang menyeluruh.

1550-1884 M

Dinasti Sisingamagaraja (SM Raja) tampil sebagai otoritas tertinggi di Tanah Batak, menggantikan Dinasti Sori Mangaraja.

1818-1820 M

Perseteruan Sisingamagaraja X dan Fakih Sinambela memuncak. Pasukan Fakih Sinambela dengan komando Jatengger Siregar berhadapan dengan pasukan Sisingamangaraja X di Bakkara setelah buntu dalam perundingan.
Markas Pusat di Siborong-borong dengan komando Panglima Fakih Sinambela memerintahkan pasukannya di Bakkara untuk menguburkan pamannya S.M Raja X di pemakaman kerajaan dengan pasukan kehormatan dan melindungi keturunannya. Fakih Sinambela menolak tawaran pamannya menjadi Sultan di Tanah Batak. Mereka mundur ke Selatan. Sisingamangaraja XI naik tahta.

(NB [Parjalangtoba] : Pembalasan dendam atas pertentangan dengan turunan Tuan Sorba Dibanua [keluarnya Siregar dari Muara ke Pea Tolong dan Baringin], dan kepada Sihombing [keluarnya Siregar dari Baringin ke Pinarung/Pangaribuan dan Sipirok).

Dalam kondisi ini harus diingat, salah satu istri dari Sisingamangaraja X adalah Boru Siregar Silo, dari Pinaurung Pangaribuan (Boru Paruti Si Pitu Sonduk boru dari Op. Matio/Mataniari). Hal ini menjadi pertentangan yang menyakitkan antara Siregar dari Selatan dengan Siregar dari Utara (Pinarung/Pangaribuan), dimana pertentangan ini menjadi ajang pembunuhan oleh Siregar dari Selatan kepada Siregar di Pinrung.

1861-1907 M

Belanda tidak sabar untuk menguasai lahan-lahan pertanian Tanah Batak yang masih dimiliki Sisingamagaraja XI. Untuk menyerangnya secara frontal Belanda belum mampu karena dipihak lain dan di dalam negeri mereka banyak menghabiskan tenaga unutuk menumpas pemberontakan-pemberontakan, sementara itu, kerajaan-kerajaan pribumi tidak menyadari keunggulan mereka.

Belanda kemudian menerapkan Devide et Impera dari pantai timur dengan kebijakan Zelbestuur, artinya swapraja. Tanah Batak dipecah menjadi:

1. Keresidenan Tapanuli. Direct Bestuur Gebied, sebuah daerah Pamong Praja.
2. Sumatera Timur, Zelbestuurs Gebied, Swapraja.
3. Daerah Batak, Singkil, Gayo, dan Alas atas permintaan komandan tentara Belanda di Kotapraja, dimasukkan ke dalam Aceh.

Daerah Batak yang menjadi Swapraja yang bercampur dengan puak Melayu dipecah sebagai berikut:

1. Kesultanan Langkat, di atas kerajaan Karo, Aru/Wampu di Tanah Karo, Dusun
2. Kesultanan Deli, bekas Kesultanan Haru/Delitua.
3. Kesultanan Serdang, di bekas Kerajaan Dolok Silo, Simalungun sampai ke Lubuk Pakam.
4. Distrik Bedagai, dilepas dari Kerajaan Kahean, Simalungun. Di bawah pimpinan otoritas bergelar Tengku.
5. Kesultanan Asahan yang didirikan oleh Tuanku Mansur Marpaung diberi pengakuan secara hukum.
6. Kerajaan Kota Pinang, dengan mayoritas penduduk Batak Muslim didirikan dengan kepemimpinan Alamsyah Dasopang dengan gelar Tuanku Kota Pinang.
7. Kerajaan-kerajaan kecil dan tak mempunyai kekuatan diciptakan, misalnya kerajaan Merbau, Panai, Bila dan lain sebagainya dengan tujuan untuk memecah-mecah kekuatan masyarakat Batak dalam kotak-kotak agama, wilayah dan kepentingan ekonomi.
8. Kerajaan Dolok Silo dan Kahaen dipecah tiga.
9. Di Tanah Karo daerah pegunungan diciptakan Kerajaan Sibayak.

Pihak Gayo yang dimasukkan ke Aceh dan orang-orang Batak Karo serta Simalungun tidak dapat lagi membela perjuangan Dinasti Sisingamangaraja karena mereka menganggap dirinya masing-masing sudah berbeda kewarganegaraan. Pihak Belanda menguasai setiap check point, untuk mengisolir rakyat setiap kerajaan dan membatasi pelintas batas. Kekuatan ekonomi, praktis, dikuasi Belanda. Kekuatan Tanah Batak mencapai titik paling lemah.

4 komentar:

paposmaroha mengatakan...

Trims atas informasinya, yang saya kurang pahami,
marga Siregar di Sipirok. Samakah marga Siregar
Bagas Nagodang dengan Siregar Bunga Bondar. Juga
samakah Siregar dogoran dan Siregar Salak.



~Parlindungan Siregar~

Pagaran Dolok Lumban Sormin mengatakan...

merupakan pemahaman dan mjd fakta di daerah Angkola-Sipirok, SORMIN adalah Siregar Silo, RITONGA adalah Siregar Silali, SIAGIAN adalah Siregar Siagian, kmd ada penyebutan spt itu berdasarkan tempat dan kondisional, berdasarkan stanbuk (tarombo) mrk adalah horong Siregar Dongoran. Harajaon di Sipirok dari horong Siregar Dongoran tersebut.

Adolfo Ahmad, MS mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Adolfo Ahmad, MS mengatakan...

Siregar Bunga Bondar....
-Sebenarnya stambook yg banyak ditulis dan disampaikan orang sebenarnya berbeda dengan apa yg saya dengar langsung dari kakek2 kita dimana mereka keturunan langsung dari Raja2 di Sipirok.

Siregar Salak adalah anak Togar Natigor Siregar dari Istri bermarga Sagala dari keluarga Sagala Raja yg berkuasa di Sianjur Mulana (Dekat Dairi)....tinggal di istana/benteng Salak-Dairi dia dipanggil Na Benggar or Sahala Raja. Namun karena percekcokan politik di sana, yg memaksa Togar Natigor Siregar harus keluar dan pergi mengembara ke daerah Sibatangkayu (antara Tapsel dan Asahan)....dimana saat itu daerah itu sudah lebih maju karena sudah menjadi jalaur perdangangan Sutra. Dan di sana kawin lagi dengan boru Gultom dan mendapatkan 4 putra Sormin, Dongoran, Silali/Ritonga, Siagian.
Kemudian Si Nabenggar pergi mencari bapaknya dan ternyata sudah mempunyai 4 anak. Dan Togar Na Tigor Siregar menyarankan untuk membuka kerajaan di Lobu Hasona-Sipirok (yg sebenarnya pusat pemerintahan Siregar Salak di Luat Sipirok).
Kedekatan Siregar Salak dengan Sagala Raja (Sori Mangardja) sangat erat...hal ini juga dapat dilihat dari silsilah Raja2 Sipirok yang dianggap sebagai Sahala Raja selalu mendapat restu dari kelompok ini....dan kebanyakan memperistri marga Sagala. Bahkan di akhir Abad-19...banyak dinasti Sagala yg pindah ke Sipirok karena dilindungi marga Siregar Salak.

Kemudian Siregar Family di Sipirok menyebut mereka dengan Siregar Salak......