Rabu, 15 April 2009

Adat Untuk Orang Meninggal

Tingkatan-tingkatan Orang Meninggal

a. Mate dakdanak/mati anak-anak, meninggal belum kawin. Tidak ada adat untuk ini
b. Mate Pupur, meninggal tanapa ada keturunan . Tidak ada adat untuk ini
c. Mate Punu, meninggal belum ada nak lelaki tetapi ada anak perempuan. Beluma ada paradaton untuk ini.
d. Mate mangkar ( matompas tataring/matipul ulu) , meninggal ada anak laki dan permpuan Rata Penuhtetapi belum ada cucunya. Keterangan sama dengan b & c.
e. Sorimatua, sudah bercucu, tetapi lebih banyak anaknya yang belum kawin. Adat sama dengan paradaton sari matua.
f. Sarimatua, meninggal sudah mempunyai cucu tetapi masih ada yang belum kawin. Adat sesuai dengan paradaton sari matua
h. Saurmatua, sudah mempunyai cucu dari anak lelaki dan anak perempuannya dan sudah semua anaknya menikah. Adat sesuai paradaton saur matua.
i. Maulibulung, saur-matua jala dan belum ada keturunannnya yang meninggal mendahului dia.

CATATAN:

Sering kita lihat seorang yang meninggal statusnya “mate mangkar” tetapi dengan berbagai alasan seolah ditingkatkan statusnya menjadi saur matua, agar dapat dibuat acara adat saur matua. Sebenarnya konsep berpikir seperti itu sangat keliru, karena:

1. Status itu adalah keadaan sebenarnya ketika dia dipanggil Tuhan. Dengan menyebut dia saur matua, terkesan seolah kita tidak menrima apa yang ditetapkan Tuhan (takdir ).
2. Kalau acara adatnya dibuat acara saur matua dapat saja dilakukan atas kesepakatn dengan hula-hula tanpa merobah statusnya.

Analoginya persaratan masuk kelas 1 SD umur 7 tahun, tetapi karena kemampuan khusus seorang anak umur 3 tahun dapat mengikuti kelas 1 SD. Ia boleh duduk di kelas 1 SD bukan lantas umurnya dijadikan 7 tahun. Perlu dipahami dari religius magis, acara adat sari matua bagi yang meninggal sari matua bukan persyaratan tetapi justru keharusan

Religius Magis Orang Meninggal
Jika melihat tingkatan-tingkatan orang meninggal ini “penghargaan” yang semakin tua dan banyak keturunan semakin kelihatan ada hubungan kepercayaan religius magis kepada pemujaan/penghargaan kepada sumangot atau roh natua-tua atau leluhur.
Mungkin kutipan dari buku Hukum dan Adat Mayarakat Batak Toba karangan ni JC. Vergouwen halalamn 79-81 mungkin dapat membantu memahami religius magis acara adat orang meninggal ini.

Seluruh kehidupan pribadi masyarakat Batak ketika masih animisme/tidak beragamama (pagan, heiden/kafir) diresapi konsep religius yang bersifat magis (religius magis). Hampir tidak ada suatu lingkungan hidup dimana perilakunya tidak dibimbing konsep religius magis , dan pemikirannya dikuasai oleh konsep “adikodrati” seperti:

Roh
Pikiran orang Batak yang animistis lebih peka terhadap kegiatan roh, begu. Mereka disebut sipelebegu = pemuja roh, ketimbang semua dewata yang baru disebut tadi.

Istilah begu mencakup juga roh orang yang sudah mati, tetapi juga roh-roh alam, dan ke dalamnya termasuk semua roh yang jika disembah dan diberi sesajen bisa dibujuk untuk memberikan berkat duniawi.
Roh-roh inilah yang dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagian besar dari nasibnya tergantung daripadanya.
Kalau roh ini tidak dihormati akan menimbulkan bencana kepada keluarga dan hewan maupun pertanian.
Penjahat berusaha mengikat persetujuan dengan begu yang ditakuti, sehingga tidak ada orang yang berani menentangnya, (Halak na begu).
Menurut anggapan yang lazim, para begu bersatu dalam perserikatan yang sama betul dengan perserikatan manusia, hanya begu melakukan semua yang dilakukan manusia, tetapi secara terbalik

Sumangot
Di antara begu, roh leluhur yang sudah meninggal menduduki tempat yang khusus. Terutama mereka yang diwaktu hidupnya menjadi kaya, mempunyai kekuasaan, dan yang keturunannya banyak. Roh mereka ini, sumangot ni ompu (roh leluhur yang dipuja), ingin disembah dan dihormati dengan sesajen agar terus bergiat dalam memajukan kesejahteraan keturunan leluhur itu.
Dengan demikian, panen akan melimpah ruah, kekayaann bertambah-tambah, ternak berkembang biak, akan lahir banyak anak, dan akan terhindar dari bencana (Sinur na pinahan gabe naniula) Tetapi, jika roh itu dilalaikan, anak-anak akan mati, panen gagal, ternak jatuh sakit, dan pelbagai malapetaka lainnya datang menimpa.

Melalui penglihatan gaib datu akan menanyakan apakah ada bahaya yang datangnya dari roh leluhur yang murka, sumangot na tarrimas. Jika memang demikian halnya datu akan menentukan macam pengorbanan yang mesti dilakukan.
Di lingkungan galur keturunan yang besar dan kecil, orang-orang secara teratur menyajikan persembahan kepada leluhur jika sedang ada perjamuan, dan gondang dipukul.
Sesajen tibal-tibal, menurut kebiasaan ditempatkan di suatu bagian rumah, pangumbari, tempat dulu leluhur hidup, dan tempat kepala kelompok mungkin masih bermukim.
Jika para leluhur itu orang-orang penting dan berkuasa semasa hidup, begu mereka pun berkuasa dan penting di dunia roh, dan penghormatan kepada mereka meningkat dengan bertambahnya keturunan leluhur itu, dan pengaruhnya bertambah dan vice versa (sebaliknya).
Upacara bisa berjalan berhari-hari, dimasa dulu bisa berbulan-bulan, karena itu adalah suatu peristiwa penting bagi galur keturunan yang beranggota banyak, dan sejumlah besar kerbau dan ternak lainnya pun dibantailah.
Mengeluarkan tulang-tulang leluhur yang sudah meninggal dari tanah, mangongkal holi , harus diiringi dengan gondang, dan tembakan bedil. Bona ni ari menyediakan kain pembungkus tulang-tulang sebelum dibawa pergi, dan boru yang tertua bertanggungjawab atas penyediaan makanan yang akan dipersembahkan.

Pemahaman Peranan Hula-hula & Tulang Ulaon Sari/Saur Matua.
Peranan hula-hula dan tulang dalam acara adat orang meninggal sangat dominan, dan dalam acara mangongkal holi, bonaniari yang berperanan. Kutipan dari buku “Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba” karangan J.C.Vergouwen di halaman 62 & 63: memberi gambaran mengenai hal ini “Hula-hula adalah sumber kekuatan adikodrati, daya hidup bagi masing-masing borunya. Boru memandang anggota hula-hulanya sebagai orang yang dikaruniai sahala, yaitu kekuasaan istimewa yang dapat dianggap sebagai suatu daya yang dahsyat, melebihi kekuatan terpendam biasa yang ada pada tondi (roh). Sahala ini dapat memancarkan pengaruh yang berfaedah dan menyelamatkan bagi boru, tetapi dalam pada itu, kekuasaannya menciptakan rasa takut dan hormat kepadanya. “
“Didunia fana ini, demikian kadang-kadang dikatakan, hula-hula itulah wakil ni Debata = Kalifatullah, bukankah dia yang telah menyerahkan anak gadisnya , ianakkon ? Dialah pangidoan dohot panjaloan pasu-pasu di boruna = kelompok orang yang kepadanya boru secara khusus menghimbau agar mendapatkan berkat, pasu-pasu jika diperlukan, dan memang dari dialah boru memperolehnya.”

Peranan hula-hula dan tulang dalam acara adat orang meninggal sangat dominan, dan dalam acara mangongkal holi, bonaniari yang berperanan. Kutipan dari buku “Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba” karangan J.C.Vergouwendi halaman 62 & 63

Ulos Saput & Ulos Tujung

Pemahaman “Ulos Saput & Ulos Tujung” mungkin ada hubungannya dengan religius magis “ dan peranan hula-hula yang disebut diatas. Intina adalah

a. “Hula-hula adalah sumber kekuatan adikodrati, daya hidup bagi masing-masing borunya.
b.Boru memandang anggota hula-hulanya sebagai orang yang dikaruniai sahala, yaitu kekuasaan istimewa yang dapat dianggap sebagai suatu daya yang dahsyat, melebihi kekuatan terpendam biasa yang ada pada tondi (roh). Sahala ini dapat memancarkan pengaruh yang berfaedah dan menyelamatkan bagi boru, tetapi dalam pada itu, kekuasaannya menciptakan rasa takut dan hormat kepadanya. “
c.“Didunia fana ini, demikian kadang-kadang dikatakan, hula-hula itulah wakil ni Debata = Kalifatullah, bukankah dia yang telah menyerahkan anak gadisnya , ianakkon ?
d.Dialah (hula-hula) pangidoan dohot panjaloan pasu-pasu di boruna , khususnya menghimbau agar mendapatkan berkat, pasu-pasu jika diperlukan, dan memang dari dialah boru memperolehnya.”
Jadi dari horong hula-hula dan tulang, hula-hulalah sumber utama sumber permintaan pasu-pasu/berkat

Jika merujuk pada huruf a & b siklus religius magis kehidupan orang batak, makna ulos tujung peranan hula-hula di diacara sarimatua dan saur matua yaitu memberikan ulos tujung boru atau helanya untuk meberi kekuatan dan berkat kepada yang ditinggalkan dan keturunan orang yang meninggal ini i (Hula-hula adalah sumber kekuatan adikodrati, daya hidup bagi masing-masing borunya). Jadi peranan ni ”hula-hula” lebih dominan untuk menaungi yang hidup atau yang ditinggalkan orang yang meninggal itu. Jadi kalau peranan hula-hula lebih dominan kepada yang hidup dialah yang meberikan ulos tujung, kepada suami/isteri yang ditinggalkan yang meninggal dan tulang memberikan saput kepada yang meninggal, karena semenajk itu statusnya akan berobah naik satu tingkat.

Peranan Hula-hula & Tulang di Siklus Kehidupan Orang Batak Menurut Religius Magis & Keseharian

No Siklus Borua/Ina Baoa/Ama
1 Sorang/Lahir Ulos sian Tulang1) Ulos sian Tulang1)
2 Tardidi/Baptis Ulos sian Tulang Ulos sian Tulang
3 Sidi Ulos sian Tulang Ulos sian Tulang
4 Kawin Ulos Sian Tulang Ulos Hela –>Hulahula 1)
Ulos sian Tulang ni baoa
5 Monding Ina/isteri meninggal Saput sian Tulang2) Tujung Hula-hula 2)
6 Suami meninggal Tujung sian Hula Saput sian Tulang2)
7 Panangkok Saring-saring Bona ni ari manam pin3) Bona ni ari manampin3)

Keterangan:
1) Ulos pertama diberikan “ tulang” dan “Hula-hula”
2) Ulos parpudi na dipasahat tulang dohot “hulahula”.
* Dikatakan terahir karena selanjutna berobah fungsina (naik satu tingkat) di keluarga
berenya i.
3) Acara Panangkok saring-saring, cuculah yang menjadi hasuhuton makanya bona niari lah
yang manampin

Martonggo Raja/Maria Raja di Ulaon Sari Matua/Saur Matua
Memberitahukan kepergian/meninggalnya seoaran raja dan membicarakan serta mepersiapkan segala sesuatu untuk acara adat penguburannya.

Mompo.
Memasukkan yang meninggal ke batang/peti jenazahnya

Sanggul Marata/Sijagaron.
Tanda status hagabeon yang meinggal (sari matua atau saur matua), berupa bakul yang berisi eme/padi , gambiri/kemiri, hariara/beringin, sanggar, ompu-ompu, silinjuang, sihilap dohot pilo-pilo dipeakkon di halangulu ni namonding. Ndang adong makna religius magis ni i.

Boan/Parjuhut ni Namonding.

Parjuhut (hewan yang dipotong) tergantung status yang meninggal. Yang paling tinggi adalah kerbau. Jika pangarapoton beda hari dengan partuatna, maka yang dipotong untuk pangarapoton berberda pula dengan partuatna.

Catatan: Sebelum misi/kekristenan datang parjuhut hanya lembu atau kerbau.

Mangarapot.
Terjemahan bebas “Menutup Rapat”. Memang ulaon i manutup batang/peti jenazah rapat-rapat dengan lem/rapot dan diikat dengan rotan. Sekarang tidak seperti itu lagi peti jenazah tidak ditutup karena masih ada lagi acara agama. Dengan kondisi ini, pangarapoton sebenarnya tidak ada lagi, dan sekarang terutama di kota, walaupun ada acara panfarapoton tetapi sudah disatukan dengan acara adat partuatna, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.
Sesuai kondisi lingkungan , paradaton di luat Batam pangarapoton dan partuatna disatukan, sehingga jenazah dapat 2 malam saja tidak seperti di bona pasogit yang bisa sampai 7 hari


Partuatna/Tuat tu Alaman.
Terjemahan bebas “ Diturunkan ke Halaman” (Maralaman).
Pengertian ini bisi dipahami jika kita membayanghon rumah adat yang berkolong/marbara sehingga ketika, dibawa dari rumah ke halaman memang harus turun ke halaman dalam pengertian yang sebenarnya, dan acara itu sendiri disebut acara paborhathon/ pemberangkatan jenazah.
Dengan kondisi rumah sekarang khususnya diperkotaan yang tidak pakai kolong lagi, tidak disebut lagi partuatna, tetapi disebut dengan “maralaman” yang berarti dibawa/dipindahkan ke halaman.

Karena kondisi halaman rumah diperkotaan yang padat khusunya di Jakarta yang umumnya terbatas, serta kondisi lingkungi jenazah tidak memungkinkan dibawa kehalaman, sehingga maralaman hanya namanya saja tetapi jenazah dan acara tetap di rumah tidak dibawa ke halaman. naung di alaman ma i ala ni kondisi masyarakat sekitar……dst.

Parjambaran
Parjambaran hombar sesuai parjuhutna. Prinsip pokok jambar ni sarimatua/saurmatua pisah upasira dengan ulu, artinya salah satu ulu/kepala atau upasira ada di hasuhuton.

Parjambaran Ulaon Sarimatua/Saurmatua
Parjuhut Lombu

NO GOAR NI HASAHATANNA JAMBAR INA MONDING AMA MONDING
1 Ulu a Namarngingi parhambirang Tulang Hula-hula
b Namarngingi parsiamun Tulang Hula-hula
c Osang Hula-hula Tulang
2 Rungkung/ Tanggalan Boru Tubu Boru Tubu
3 Panamboli Dongan Tubu/Parhobas
Dongan Tubu/Parhobas
4 Soit D.Sahuta, D.Tubu , Pariban D.Sahuta, D.Tubu , Pariban
5 Handang/Rusuk/ Somba-somba Bona Tulang/ Bonaniari Bona Tulang/ Bonaniari
6 Upasira/Ihur Suhut Suhut

Parjambaran Ulaon Sarimatua/Saurmatua
Parjuhut Horbo

NO GOAR NI HASAHATANNA JAMBAR INA MONDING AMA MONDING
1 Ulu a Namarngingi parhambirang Tulang Hula-hula
b Namarngingi parsiamun Tulang Hula-hula
c Osang Hula-hula Tulang
2 Rungkung/ Tanggalan Boru Tubu Boru Tubu
3 Panamboli Dongan Tubu/Parhobas
Dongan Tubu/Parhobas
4 Soit D.Sahuta, D.Tubu , Pariban D.Sahuta, D.Tubu , Pariban
5 Handang/Rusuk/ Somba-somba Bona Tulang/ Bonaniari Bona Tulang/ Bonaniari
6 Upasira/Ihur Suhut Suhut

Acara Paborhathon.
Huhuasi Paidua Ni Suhut
Manjaha Jujur Ngolu (Riwayat Hidup)

Hula-hula dan Tulang:
1. Hula-hula
2. Tulang
3. Bona Tulang
4. Bona Niari
5. Tulang Rorobot
Hula-hula Namarhahamaranggi
1….
2….dst
Hula-hula Anak Manjae (Hula-hulanaposo)
1…..
2….. dst

Peranan hula-hula dan tulang dalam acara adat orang meninggal sangat dominan, dan dalam acara mangongkal holi, bonaniari yang berperanan. Kutipan dari buku “Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba” karangan J.C.Vergouwendi halaman 62 & 63
HATA PATUJOLO, Hinauli dohot “Nilai Luhur” Adat Batak, diangkui para ahli do na mansai bagas jala denggan, khususna songon na nidok sambutan ni mantan Ephorus HKBP Ds G Siahaan di Buku Ruhut-Ruhut Adat Batak Bily Situmorang 1986.

Bidang do diranap dao ditatap di Adat Batak i. Uli idaon angka tujuanna, naeng maraturan na denggan sude ulaon: masiurupan, masiajaran, masipodaan, masitatapan, masihilalaan. Naeng maraturan na denggan sude panghataion, pangalaho dohot parange: masiantusan, masihormatan, masipasangapan.
Naeng maraturan na denggan sude parsaoran: pardongan saripeon, parnatua-tuaon dohot paraniakhonon, parhaha-maranggion, parsahutaon, parsisolhoton, denggan mar-dongan tubu, marhula-hula, marboru.
Sian najolo, diakui roha ni halak Batak do, naso marguru dijolma sude namasa diportibi on
Ala ni i mabiar do nasida mangulahon na so uhum, na so adat, mabiar do nasida mangulahon ginjang ni roha dohot lomo-lomo, sai haserepon do dipodahon dohot diparangehon.
Ala ni i, naengma di namangulahon acara adat batak i hita, tajaga ma tongtong hinauli dohot nilai luhur adat Batak i asa tongtong lestari, unang asal-asal manang jagar-jagar sajo.

Asa boi hita mangulahon adat Batak na sintong, ingkon tongtong jolo ta antusi aha do makna dohot maksud ni setiap tatanan paradaton i, “ndang asal maniru na asing hape naung sala apalagi mangarang sesua selera ” songon na nidok umpama : eme na masak digagat ursa, ia i namasa ima ni ula” alana molo na sala do namasa i, ba lam dao ma menyimpang sian nilai luhur Adat Batak i. Arti ni umpama i pe, sindiran do i tu sasahalak namangulahon adat alai ndang diboto boasa di ulahon songoni, gabe dialusima songon umpama i

Molo rup tangkas mamboto makna dohot nilai luhur ni paradaton i (Adat Batak analogina UU hukum secara nasional, Paradaton/Solup analogina songon Perda namarlaku di satu daerah tertentu namambaen Perda i) gabe praktis, ekonomis jala uli idaon Adat Batak i, alana ndang porlu be adong na bersitegang leher martele-tele gabe kontra produktip naso sesuai be tu tuntutan ni masyarakat industri/modern khususna di Batam.
I do alana di Pedoman Acara Adat Marhata Sinamot on dipatorang do aha do pemahaman marhata sinamot dohot ragam ni sinamot, pudun saut dohot nahombar.

Tidak ada komentar: